0

Puisi dalam buku antologi puisi berjudul “Semusim Kemarau”

Posted by rhisma hilda on 20.46 in
Puisi dalam buku antologi puisi berjudul “Semusim Kemarau”

Antologi puisi ini berisi puisi favorit pilihan Oase Pustaka tahun 2015 Jilid II. Buku ini terbit pada November tahun 2015 yang diterbitkan oleh Oase Pustaka. Semusim kemarau ini berisi puisi dari 61 penulis nusantara. Diantaranya terdapat 3 puisi saya yang ada di halaman 31-37 yang berjudul ‘Gubuk Mungil dan Tangan-Tangan Surga’ ; ‘Kita Dalam Doa’ ; dan ‘Cahaya Bangsa’.

Puisi pertama:

Gubuk Mungil dan Tangan-Tangan Surga
Depok, 16 Agustus 2015


Gubuk mungil nan reyot ini tempatku menimba segala ilmu
Gubuk mungil ini adalah satu-satunya tempat untukku memadu kasih
Memadu kasih sayang dengan semua yang tercinta

Dimana aku dapat mencurahkan segala rasa kepadanya
Di sinilah, di gubuk ini aku dapatkan pengalaman berharga
Pengalaman tumbuh dan berkembang atas tangan-tangan surga

Tangan-tangan malaikat yang mampu membuatku kini kokoh berdiri sempurna
Ya, memang aku tak seberuntung mereka yang hidup di istana megah
Aku pun tak seberuntung mereka yang dapat menikmati hidup serba mewah

Tapi, tunggu dulu..
Apakah mereka mendapatkan kebahagiaan yang kudapatkan?
Apakah mereka mendapat sentuhan para malaikat surga?
Kurasa mereka tak mendapatkannya

Aku memang orang biasa yang besar di dalam gubuk mungil
Aku pun memang orang biasa yang menimba ilmu dari seonggok jendela kecil
Tapi aku orang biasa yang lahir dari keluarga luar biasa
Keluarga yang mampu menghadirkan cinta dan kasih dalam setiap langkahku

Gubuk kecil ini kelak kan menjadi istana besar di kemudian hari
Ya, itulah harapan besar dari seorang biasa sepertiku
Percayalah, saat tangan-tangan surga membelaiku dengan cinta yang tulus
Kelak aku akan menjadi seorang yang besar nan sukses

Ketahuilah tangan-tangan surga itu adalah tangan-tangan Ibu dan Bapak
Yang senantiasa berdoa dan menggenggam jemari mungil kepunyaanku
Ingatlah walau dalam sebuah gubuk mungil
Aku dapat menjadi seorang yang besar karena nya

Saat beranjak dewasa, aku kan melangkah keluar dari gubuk mungil itu
Tapi saat aku berhasil nanti, gubuk mungil itu lah tujuan utama ku
Gubuk mungil yang berisi Ibu dan Bapakku
Karena apapun mimpi besar yang terukir
Hanya satu tujuanku kembali yaitu gubuk mungil..


Puisi kedua:
Kita Dalam Doa
Depok, 19 September 2015

Kita bertemu dalam canda dan tawa
Di sebuah ruang sempit penuh sesak
Sebuah ruang terpencil di sudut bangunan
Riuh suara teriak saling berkenalan

Perlahan kau julurkan tangan tuk memulai pembicaraan
Mencoba mengenal satu sama lainnya
Senyum hangat terlukis kala tangan saling berjabat
Erat dan kian bersahabat

Hari kian berlalu hingga kini senja menjelang
Saat tuk berpisah dan kembali pada roda kebiasaan
Kita melangkah meninggalkan ruang hampa di belakang
Berjalan menuju gubuk tersayang

Kini ku tak sabar tuk menyongsong mentari bercahaya
Lebih tepatnya tak sabar tuk memandang senyumanmu
Senyuman yang mencuri hati sejak kali pertama
Ya, sepertinya ku jatuh cinta

Hari demi hari berlalu
Kian menambah rasa kagum satu dengan lainnya
Mendalamkan rasa saling mengenal dan memahami
Hingga akhirnya tumbuhlah benih cinta diantara kita

Kita.. sebuah nama penuh makna yang dalam
Namun, kita tak kunjung menjadi kita yang sesungguhnya
Keegoan telah merusak kata kita
Dan menghentikan segala rasa yang dulu terlihat nyata

Kini, di tempat ini kali pertama kita bertemu kembali
Berusaha merajut kembali kata kita yang dahulu
Berusaha menyatukan perasaan yang terpendam di dasar
Namun, rasa itu hanya mengambang di tengah hati

Tak muncul tak pula tenggelam
Mengambang di tengah-tengah
Menunggu saat yang tepat tuk muncul di permukaan
Atau justru tenggelam di dasar kembali

Aku disini hanya dapat memandangmu dari kejauhan
Berharap kau melirik walau sedetik
Menunggumu dan berdoa tuk kesuksesanmu
Sukses yang kini telah kau pintal di atas kepayahanmu

Aku percaya waktu kan menjawab atas segala penantian
Entah menyatukan atau bahkan memisahkan kita kembali
Doa yang ku panjatkan mungkin kan menyentuhmu nanti
Dan mungkin saja kita kembali menjadi kita

Ya, kita yang dahulu tengah memperbaiki diri kini
Memantaskan diri satu sama lainnya
Jika kita menjadi kita kembali
Itulah jawaban atas penantian penuh harap terdahulu

Percayalah suatu saat nanti kita kan mendapat jawaban
Doa yang bersambut atau doa yang menegarkan
Aku percaya jika kita tak bersatu karena doa
Mungkin kita kan bersatu karena kehendakNya

Dan jika aku tak bersama dengan orang yang kusebut dalam doa
Mungkin aku kan bersama dengan orang yang menyebutku dalam doanya
Percayalah doa itu mengudara menyentuh langit
Dan percayalah rencanaNya adalah rencana yang paling indah


Puisi ketiga:
Cahaya Bangsa
Depok, 26 Agustus 2015

Kalian bagaikan cahaya terang nan menyilaukan
Cahaya yang diharapkan para penikmat kegelapan saat ini
Ya, kalian lah para pemuda pemudi
Yang entah kapan akan mengisi cahaya pada gelapnya dunia kini
 Kami bergantung harapan pada kalian

Pada kalian lah kami titipkan air dan udara
Yang kelak kan dinikmati para penerus bangsa
Ya, di tangan kalian lah kami genggamkan seikat harapan
Yang selalu akan kalian genggam hingga asa terhembus

Mulai lah rapatkan barisan
Barisan kokoh nan bermental baja
Hingga tiba saatnya perang pikiran kan dimulai
Kerahkan lah segala tenaga dan pikiran terbaikmu
Agar kelak kan dapatkan kesuksesan dan kemenangan abadi

Hei kalian para pemuda pemudi bangsa
Ciptakan lah cahaya terang bagi kami para penikmat kegelapan kini
Hei kalian para pemuda pemudi bangsa
Kerahkan lah mimpi tertinggi tuk raih segala asa
Ciptakan lah dunia yang mampu membangun dunia tertinggi
Hingga kami dapat tersenyum memandang kalian dan beristirahat dengan tenang




0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 Coretan Kertas.. All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive | Distributed by Deluxe Templates